Selamat datang kembali di Watching Information, sekarang saatnya saya memposting tentang 25 Gaya Hidup Penuh Hijau Di Dunia atau bahasa inggrisnya 25 Green Lifestyle In The World. Ada beberapa cara untuk melindungi bumi dari Global Warming Yaitu dengan cara Green Lifestyle di bawah ini ada beberapa penemuan yang akan saya bahas di sini.
mari kita lihat langsung ^^
1. BANGUNAN ORGANIK DENGAN TAMAN VERTIKAL DI OSAKA
Padatnya gedung-gedung di kota-kota besar menyebabkan semakin sedikitnya lahan tersisa. Akibatnya, taman yang ada hanya secuil dan tidak maksimal dalam memberikan fungsinya: keindahan, keteduhan dan kesegaran.
Menyiasati hal tersebut, sebuah bangunan di Osaka, Jepang mengubah penampilannya dengan bantuan desainer Italia, Gaetano Pesce. Bangunan tersebut yang sudah ada sejak tahun 1993, pada eksteriornya didesain dengan mengadopsi pohon bambu dan tunas-tunasnya.
Di sepanjang eksterior tersebut, dibuat semacam pot terbuat dari serat kaca yang memenuhi setiap petak warna merah yang mendominasi dindingnya. Sebanyak 80 jenis tanaman asli Jepang dipilih untuk mengisi pot-pot yang ada. Pemilihan dan penanamannya pun melibatkan ahli-ahli pertanian di Osaka.
2. Teknologi Solar Thermal Baru Mampu Produksi Listrik Murah (Solar Energy)
Energi matahari sangat berpotensi untuk menghasilkan listrik dalam jumlah besar dan bisa diandalkan karena ketersediaannya yang terus menerus sepanjang siang hari, sementara pada malam harinya, energi lebih yang disimpan selama siang hari bisa dimanfaatkan kembali.
Walhasil, sebuah tim riset yang merupakan gabungan dari Boston College dan MIT membuat sebuah teknologi energi baru yang merupakan kombinasi dari kedua teknologi yang telah disebutkan sebelumnya.
Zhifeng Ren, profesor Fisika di Boston College yang juga menjadi pemimpin tim dan penulis utama hasil riset yang dipublikasikan di jurnal Nature Materials, menambahkan teknologi yang dikembangkannya akan membuka kemungkinan untuk menghasilkan proses konversi energi surya menjadi listrik dengan lebih murah.
3. Pembangkit Listrik Hydro Energy
Indonesia yang dikelilingi oleh lautan bisa mencoba mengembangkan teknologi yang serupa dengan bioWave, sebuah pembangkit listrik gelombang laut yang dikembangkan oleh satu perusahaan di Australia, agar ketersediaan energi listrik di seluruh pulau tercukupi.
BioWave ini hanya memanfaatkan energi gelombang laut dengan menyerapnya menggunakan pelampung dan mengalirkannya menuju generator untuk menghasilkan listrik dengan bantuan pompa hidrolik yang dikenal sebagai O-Drive.
Sebuah pondasi segitiga ditanam di dasar laut untuk mengikat sistem pembangkit listrik tersebut tetap berada di posisinya. Jika terjadi badai atau gelombang besar, maka pembangkit tersebut segera merunduk rata di dasar untuk menghindari kerusakan.
Saat ini prototip berkapasitas 250 kiloWatt siap beroperasi pada kedalaman 30 meter, sedangkan skala komersial berkapasitas 1 MW beroperasi pada laut yang lebih dalam, berkisar 40-45 meter. Untuk membangkitkan daya sebesar itu, masing-masing pembangkit akan menggerakkan 4 buah O-Drive.
Untuk mendapatkan energi listrik yang lebih besar, maka beberapa BioWave bisa ditempatkan di satu area laut tertentu sebagai sebuah ladang pembangkit listrik gelombang laut dengan kedalaman dan gelombang yang ideal.
4. Wind Harvester (Wind Energy)
Tiga bilah rotor di atas sebuah menara dengan ketinggian tertentu hingga kini adalah tipe turbin yang paling banyak digunakan. Meski demikian, bertahan dari hempasan angin pada ketinggian tersebut adalah salah satu hal yang menjadikan turbin ini membutuhkan perawatan yang rutin dilakukan.
Turbin ini juga merupakan turbin angin yang menghasilkan kebisingan paling tinggi dibanding turbin angin jenis lainnya, seperti EcoWhisper, Windgate, atau Wing 7 Aeronautic. Alhasil turbin jenis itu juga harus ditempatkan di lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk.
windharvester-turbin-angin-desain-baruDari sisi estetika, turbin dengan tiga bilah rotor tersebut juga memiliki kelemahan. Menaranya yang tinggi dan bilah-bilahnya yang panjang menjadikannya tidak bisa menyatu dengan lingkungan sekitarnya.
Menyiasati hal tersebut, sebuah proyek yang didukung oleh Wind Power Innovations dan Nottingham Trent University tengah mengembangkan turbin angin baru yang berbeda dari teknologi lainnya.
Wind Harvester, nama yang diberikan bagi turbin hasil inovasi Heath Evdemon, mempunyai sebuah bilah horisontal. Pada prototipnya, ukuran bilah hanya sepanjang 1 meter. Gerakan turbinnya hanya perulangan dari setiap gerakan.
Prinsip kerjanya menyerupai sayap pesawat terbang. Ketika angin melalui bilah tersebut, maka gaya angkat angin akan mendorong bilah naik. Dan ketika mencapai titik tertentu, sudut bilah akan berubah dan mendorong bilah kembali bergerak turun ke posisi semula. Dan ketika pada titik bawah, maka sudut bilah akan kembali sudut semula.
Hanya saja hingga saat ini, teknologi turbin angin baru tersebut masih belum diketahui besaran daya, energi listrik dan efisiensinya. Heath sendiri sedang merencanakan untuk mengembangkan prototipnya ke skala yang lebih besar dengan panjang bilah sudu mencapai 15 meter.
5. Karang Penghasil Hidrogen
Laut menyimpan banyak energi. Selain gelombang, arus dan perbedaan temperaturnya yang bisa dipanen sebagai penghasil energi, fenomena di laut dalam seperti hidrotermal atau coal bed methane juga diperkirakan mampu menghasilkan energi yang besar.
Tetapi potensi energi di laut dalam tidak hanya hidrotermal dan coal bed methane. Menurut para ilmuwan, ada kerang di dasar laut yang efisien dalam mengubah hidrogen menjadi energi, sebagai sel bahan bakar hidrogen buatan alam. Kerang itu ditemukan oleh Max Planck Institut Mikrobiologi Kelautan dan Cluster of Excellence (Marum)
Ketika pertama kali ventilasi hidrotermal ditemukan, penelitian secara luas dilakukan untuk menyediakan dua sumber energi bagi kehidupan laut - hidrogen sulfida dan metana. Sekarang, Max Planck Institut Mikrobiologi Kelautan telah menemukan sumber energi ketiga. Penemuan ini dibuat di sebuah pegunungan jauh di bawah permukaan laut Atlantik di lapangan lubang hidrotermal Logatchev yang berada 3000 meter di bawah permukaan laut. Ketika para peneliti membawa kerang kembali ke laboratorium mereka menemukan bahwa kerang-kerang tersebut menggunakan bentuk energi baru selain dari apa yang telah mereka temukan sebelumnya di ventilasi laut dalam.
"Perhitungan kami menunjukkan bahwa saat ini lubang hidrotermal, oksidasi hidrogen bisa memberikan energi tujuh kali lebih besar dari oksidasi metana, dan mempunyai energi hingga 18 kali lebih besar dari oksidasi sulfida," kata Jillian Petersen, salah seorang dari tim peneliti. Kerang-kerang tersebut yang dikenal dengan nama latin Bathymodiolus puteoserpentis, adalah yang paling melimpah di ventilasi Logatchev dan populasinya mampu mengkonsumsi sampai 5000 liter hidrogen per jam.
"Ventilasi hidrotermal di sepanjang pegunungan di tengah laut melepaskan sejumlah besar hidrogen sehingga dapat disamakan dengan jalan raya hidrogen dengan stasiun pengisian bahan bakar untuk produksi simbiosis primer," kata Petersen. Mungkin "jalan raya hidrogen" ini bisa mengarah ke pembuatan sel bahan bakar hidrogen bakteri untuk konsumsi energi manusia.
6. Karbon Dioksida Menjadi GeoThermal
Emisi karbon yang dituding sebagai salah satu penyebab perubahan iklim, masih menjadi perhatian para ilmuwan di berbagai belahan dunia. Salah satu metode yang dianggap bisa mengatasi masalah tersebut adalah carbon capture storage, dimana karbon ditangkap dan kemudian disimpan jauh ke dalam tanah.
Hanya saja ada satu kekurangan dari metode tersebut yaitu hanya menangkap dan menyimpan karbondioksida ke dalam perut bumi. Setidaknya hal itu menurut beberapa ilmuwan yang telah mengembangkan metode-metode yang lebih baik. Metode-metode baru tersebut bisa menyimpan karbondioksida dan kemudian memanfaatkannya untuk menghasilkan energi kembali.
Diantaranya adalah Martin Saar dan Jimmy Randolph dari University of Minnesota. Keduanya menggunakan metode berbasis carbon capture storage konvensional untuk mengembangkan metode mereka sendiri yang dikenal dengan CO2-plume geothermal (CPG). Sesuai namanya, metode tersebut juga sekaligus menghasilkan energi geothermal dari hasil pemanasan gas karbondioksida di dalam perut bumi. Riset mereka mendapatkan dana sebesar $600,000 dari University of Minnesota Institute on the Environment’s Initiative for Renewable Energy and the Environment (IREE).
Tidak lama berselang, tim ilmuwan di Lawrence Berkeley National Laboratory juga melakukan hal yang pada prinsipnya sama. Tim tersebut mendapatkan dana sebesar $5 million dari Departemen of Energy untuk mengembangkan metode yang memanfaatkan karbondioksida sebagai fluida kerja dalam sistem geothermal yang pada umumnya menggunakan air.
Keduanya memiliki kesamaan, menggantikan air dengan karbon dioksida sebagai fluida kerja dalam sistem pembangkit listrik geothermal. Jika gas karbon dioksida tersebut menyentuh batuan panas di dalam perut bumi, maka gas tersebut akan mengembang dan menghasilkan tekanan besar untuk menggerakkan generator.
Metode-metode ini tentunya memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih jauh, jika tidak maka tidak ada penyandang dana yang mau membiayai riset mereka. Selain sebagai penangkap karbon, metode ini juga digunakan sebagai pembangkit listrik geothermal. Karena tidak membutuhkan air layaknya pembangkit geothermal konvensional, maka pembangkit sejenis itu bisa dibangun di lokasi yang tandus dan kering. Dan tentunya tidak akan terjadi scaling seperti pembangkit geothermal konvensional.
Metode-metode tersebut memang menjanjikan, tetapi sepertinya masih membutuhkan jalan yang relatif panjang untuk mencapai kesempurnaannya, walau teknologi pembangkit listrik geothermal saat ini sudah berada di tahap kematangannya. Material turbin yang tepat serta teknologi cooling tower adalah beberapa tantangan yang harus dipecahkan.
7. Tequila Bio Energy
Tahu tequila? Minuman beralkohol khas Meksiko tersebut ternyata memiliki potensi energi yang besar. Hasil riset yang sudah dilakukan oleh banyak ilmuwan sebelumnya, kini ditegaskan lagi oleh sekelompok ilmuwan terhadap agave, tanaman yang biasa diolah menjadi minuman tersebut.
Dalam jurnal Global Change Biology Bioenergy, 14 penelitian berbeda yang dilakukan sekelompok ilmuwan dari University of Illinois, mendapati dua spesies agave yang bisa memproduksi biofuel lebih besar dari tanaman pangan seperti jagung, gandum, kedelai dan sorgum.
tequila
Salah satu produk tequila
Agave mengkonsumsi air dan menggunakan lahan lebih efisien dibandingkan tanaman-tanaman lainnya di dunia. Jarak pagar misalnya, meski dilaporkan sanggup hidup di daerah kering, tetapi pohonnya yang besar akan membutuhkan jarak tertentu antar tanaman agar pertumbuhannya optimal. Sementara sumber utama biofuel dari jarak terletak pada bijinya yang jika diperas hanya akan menghasilkan kurang lebih 15% dari beratnya.
Agave sendiri, menurut ahlinya, Arturo Valez Jimenez, CEO Agave Project di Meksiko, mampu menghasilkan 500 ton biomassa per hektar. Kandungan biomassa di dalamnya cukup untuk menghasilkan biofuel dan menggantikan tanaman pangan yang saat ini masih digunakan juga sebagai biofuel tanpa perlu penambahan lahan baru.
8. Menanam Tanaman Pangan Untuk Pangan Lebih Efisien Dari Sisi Energi Dibanding Untuk Bahan Bakar
Ilya Gelfand, salah satu peneliti utama dalam studi yang dilakukan Michigan State University tersebut menjelaskan bahwa efisiensi sebesar 36% bisa dicapai jika tanaman pangan memang ditanam untuk keperluan pangan. Idealnya jika tanaman pangan, dalam hal ini jagung, digunakan untuk pangan, kemudian sisa hasil panen lainnya seperti tongkol, daun dan biomassa lainnya digunakan untuk pupuk serta ethanol selulosa.
Riset yang dilakukan Michigan State University tersebut lebih komprehensif dibanding riset-riset lain yang juga melakukan hal sama, tetapi dalam periode waktu yang lebih singkat. Michigan State University memperhitungkan keseimbangan energi dari sistem pertanian secara komprehensif selama bertahun-tahun.
Para peneliti tersebut menggunakan dan menganalisa data-data dari W.K. Kellogg Long Term Ecological Research dari tahun 1989 hingga tahun 2007. Mereka membandingkan energi yang dibutuhkan dan yang dihasilkan dari memproduksi jagung, kedelai dan gandum dengan menggunakan empat sistem yaitu tanah yang diolah secara konvensional, tanpa diolah, rendah bahan kimia dan organik dan menggunakan semua hasil pertanian pertanian untuk pangan dan biofuel. mereka juga menghitung kesetimbangan energi dari penanaman alfalfa (Medicago sativa) sebagai bahan pakan ternak.
Hasil analisa yang didapatkan tim riset dan juga diterbitkan dalam jurnal Environmental Science & Technology tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan yang tidak diolah merupakan yang paling efisien untuk produksi pangan dan biofuel. Menghasilkan satu kilogram jagung untuk bahan pangan memberikan efisiensi yang lebih baik dibanding dengan mengubahnya menjadi ethanol, baik dengan memprosesnya atau mengubahnya menjadi daging sebagai bahan pakan ternak. Sementara itu, menanam alfalfa untuk biofuel adalah 60% lebih efisien dibanding sebagai bahan pakan ternak.
Phil Robertson, profesor Ilmu Tanah dan Tanaman Michigan State University, yang juga anggota tim riset tersebut menambahkan bahwa hasil riset mereka bisa digunakan bagi pembuat kebijakan untuk menentukan strategi, selama tanaman pangan tetap digunakan sebagai bahan pangan dan sisa hasil pertanian digunakan untuk biofuel serta perlunya insentif untuk menanam rumput pada lahan yang kurang produktif.
9. Skotlandia Siap Bangun Pembangkit Listrik Arus Laut Terbesar Di Dunia
Potensi energi laut masih terpendam dan belum banyak dimanfaatkan. Berbeda dengan energi angin yang saat ini telah mencapai angka total produksi di seluruh dunia sebesar 175 GW.
Hingga saat ini belum terdapat angka pasti tentang berapa besar energi laut telah diproduksi. Tingginya kesulitan dalam membuat pembangkit listrik untuk diletakkan di lingkungan yang ekstrim menjadi masalah utama kenapa energi laut masih belum optimal.
Meski demikian pengembangannya tetap terus dilakukan. Kali ini Skotlandia menjadi negara yang akan membangun pembangkit listrik tenaga arus laut terbesar di dunia.
Pemerintah Skotlandia belum lama ini telah menyetujui proposal Scottish Power Renewables untuk membangun pembangkit listrik tenaga arus laut di sekitar Caol Ila atau Sound of Islay. Perusahaan yang masih merupakan bagian dari Iberdrola Renovables --perusahaan yang sudah berkecimpung dalam bidang pembangkitan listrik energi terbarukan, khususnya di perairan laut-- rencananya akan membangun pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang 10 MW dan cukup untuk melistrik 5.000 rumah di sekitarnya.
Scottish Power Renewables akan memanfaatkan selat di antara Isla dan Jura yang memiliki kecepatan arus mencapai 6 meter per detik.
Pemerintah Skotlandia yang menyediakan dana sebesar 40 juta pondsterling, juga yakin jika proyek tersebut berjalan lancar, maka Skotlandia akan memimpin di bidang energi kelautan.
10. Fasilitas Biogas Kotoran Manusia Di Inggris Mulai Beroperasi
Oxfordshire, sebuah propinsi di Inggris, baru-baru ini berhasil menyelesaikan proyek fasilitas pengolahan limbah kotoran manusia menjadi biogas yang merupakan kerja sama British Gas, Thames Water dan Scotia Gas Networks.
Fasilitas yang mengolah limbah dari 14 juta pelanggan Thames Water --sebuah perusahaan air bersih-- tersebut diresmikan oleh Sekretaris Energi dan Perubahan Iklim Inggris, Chris Huhne, yang menambahkan bahwa fasilitas tersebut merupakan satu-satunya dan yang pertama di Inggris, dimana penduduk bisa memasak dan memanaskan rumah mereka dengan gas yang didapat dari kotoran sekaligus menunjukkan kemajuan energi terbarukan di Inggris.
Sebanyak 14 juta pelanggan Thames Water memanfaatkan air bersih sebagai keperluan mereka sehari-hari, seperti mencuci, mandi dan termasuk membilas kotoran di dalam toilet. Limbah cair mengalir menuju pengolahan limbah di Didcot --sebuah kota di propinsi tersebut-- untuk segera diolah atau didaur ulang. Sementara limbah yang masih padat atau berbentuk lumpur harus masuk terlebih dulu di tangki pemanas berukuran besar. Di tangki ini proses pencernaan oleh bakteri tanpa kehadiran udara terjadi dan mengurai limbah tersebut menjadi biogas.
Biogas tersebut belum bisa langsung digunakan --meskipun sebenarnya bisa-- karena harus dibersihkan lebih lanjut agar tidak ada partikel atau bakteri lain yang ikut terbawa sebelum memasuki 200 rumah penggunanya. Dibutuhkan kurang lebih 20 hari mulai dari terbilasnya kotoran hingga menjadi biogas yang bersih dan bisa dimanfaatkan.
Di Inggris saat ini sudah tersedia 9.600 fasilitas pengolahan limbah yang jika siap mengolah limbah dari seluruh populasi --asumsinya setiap orang menghasilkan limbah kering kotoran sebanyak 30 kg per tahun-- di Inggris, maka kebutuhan gas untuk 200.000 rumah setiap tahunnya akan tercukupi. Bahkan sebuah studi oleh perusahaan jaringan gas di Inggris juga melaporkan bahwa sebesar 15% kebutuhan domestik gas bisa disuplai dari biometan pada tahun 2020.
11. Sel Surya Hibrid Capai Efisiensi Hingga 44%
Perkembangan teknologi sel surya untuk mencapai keekonomian yang kompetitif dengan bahan bakar fosil terus berlanjut. Belum lama ini ilmuwan-ilmuwan di University of Cambridge menambahkan selangkah kemajuan pada perkembangannya.
Menurut hasil riset yang juga diterbitkan di jurnal Nano Letters, para ilmuwan tersebut mengembangkan sel surya baru yang lebih baik daripada sel surya konvensional. Sel surya konvensional umumnya tidak mampu mengubah energi yang terdapat pada foton biru (blue photon) menjadi aliran elektron selain menjadi panas.
Para ilmuwan tersebut mengembangkan sel surya hibrid yang mampu menyerap cahaya merah serta memanen energi dari cahaya biru. Jika umumnya sel surya hanya menghasilkan satu elektron dari setiap foton yang ditangkap, maka sel surya hibrid tersebut mampu menangkap 44% energi surya.
Dalam makalah tersebut juga dinyatakan bahwa sel surya organik dan hibrid memiliki keuntungan dibanding sel surya berbasis silikon karena sel surya organik dan hibrid bisa diproduksi dalam jumlah besar dalam bentuk cetakan gulungan serta dengan biaya yang rendah. Tetapi biaya terbesar dari pembangkit listrik tenaga surya terletak pada lahan, tenaga kerja dan perangkat instalasinya. Jadi, meski panel surya organik lebih murah, tetapi peningkatan efisiensi tetap harus ditingkatkan agar mereka menjadi sangat kompetitif.
Peningkatan efisiensi yang dicapai oleh sel surya temuan para ilmuwan tersebut adalah salah satunya. Dan langkah mereka adalah langkah awal untuk mendapatkan sel surya baru dengan efisiensi yang semakin meningkat.
nano letter.
12. Wing Waves, Kipas Pemanen Energi Laut
Potensi energi laut yang sangat berlimpah dan belum sepenuhnya dimanfaatkan masih menarik perhatian para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi konversi energi yang tepat.
Selain ada Anaconda, BioWave, dan OWC komersial pertama di Spanyol, masih banyak teknologi konversi energi laut lainnya. Dan beberapa waktu lalu sebuah tim riset Florida Institute of Technology membuat Wing Waves yang terdiri dari sepasang sayap logam yang bergerak sebesar 30 derajat mengikuti gerakan eliptis gelombang laut yang biasanya terjadi pada kedalaman 9 meter hingga 18 meter di bawah permukaan laut.
Menurut tim tersebut, pada kedalaman 12 meter hingga 15 meter, sistem itu akan bekerja layaknya kipas. Mereka juga yakin bahwa area laut seluas 1,6 kilometer persegi dengan 1.000 unit sistem tersebut cukup untuk melistrik 200.000 rumah.
Saat ini prototip sayap berbentuk trapesium dan terbuat dari aluminium tersebut sedang menjalani uji coba di pantai Florida, Amerika Serikat. Rencananya model operasionalnya akan menggunakan bahan komposit untuk menghindari terjadinya korosi.
13. Heat Waver Panen Energi Angin dan Surya Bersamaan
Sumber energi terbarukan bisa didapat bersamaan. Contohnya angin, surya, dan gelombang laut. Ketiganya bisa didapatkan di laut.
Hal itulah yang mendasari tim ilmuwan dari University of Liverpool, Inggris, yang dipimpin oleh Dr. Joe King melakukan sebuah riset untuk memanen energi, walaupun bukan ketiga bentuk energi tersebut melainkan hanya dua, energi angin dan surya.
Tim tersebut membuat turbin angin yang sekaligus juga memanen energi surya. Idenya cukup sederhana, mereka hanya mendesain sebuah turbin angin dengan bilah-bilah rotornya ditutup dengan panel-panel surya.
Meski terlihat sederhana, tetapi tim tersebut melakukan simulasi dengan model komputer untuk mendapatkan desain yang tepat. Dr. Joe King sendiri menegaskan bahwa saat ini masih ada kendala dengan desainnya, terutama terkait dengan panel-panel surya yang umumnya memantulkan sinar matahari. Kondisi ini menurutnya termasuk polusi cahaya dan akan mengganggu penerbangan. Karenanya, ia bersama timnya akan memusatkan riset pada panel surya.
Rencananya mereka akan melakukan uji coba di Irlandia dengan desain baru turbin angin surya yang mereka beri nama "Heat Waver". Irlandia selain angin juga banyak bertiup di negara itu, sinar matahari juga lebih banyak dan Irlandia juga bertetangga dekat dengan Inggris.
Jika bisa memanen berbagai bentuk energi secara bersamaan dengan satu alat, kenapa lebih memilih memanen hanya satu bentuk energi? Lebih murah, lebih produktif dan tentunya tidak membutuhkan lahan yang luas.
14.Stasiun Pengisian Bahan Bakar Hidrogen Surya Akan Dibangun di Italia
Italia tidak lama lagi akan mendapat tambahan stasiun pengisian bahan bakar teknologi baru. tetapi bukan untuk pengisian bahan bakar konvensional yang berasal dari fosil, melainkan pengisian bahan bakar hidrogen. Bahan bakar hidrogen banyak digunakan oleh kendaraan-kendaraan fuel cell.
Belum lama ini sebuah perusahaan di Italia, ACTA, yang telah berhasil mengembangkan dan memproduksi mesin penghasil hidrogen, menandatangani kesepakatan dengan perusahaan Girelli Bruni yang mempunyai spesialiasi mesin pengisian ulang bahan bakar (Girelli Bruni telah berpengalaman dalam membangun stasiun pengisian ulang untuk Agip, Total, Shell dan sebagainya).
Teknologi yang dimiliki ACTA dalam mengubah air menjadi hidrogen dengan memanfaatkan energi surya memungkinkan kedua perusahaan tersebut untuk memasuki pasar mobil fuel cell dengan lebih mudah. Belum lagi dukungan kebijakan yang mewajibkan setiap stasiun pengisian bahan bakar baru harus memasang pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas tertentu serta menyediakan bahan bakar alternatif berbentuk gas.
15. PLTP Kamojang Pertahankan Struktur Sipil Cooling Tower Tetap Terbuat Dari Kayu
Cooling Tower yang digunakan PLTP Kamojang memang terbilang unik. Meski usianya sudah lebih dari 27 tahun, PLTP Kamojang yang dimiliki Indonesia Power masih mempertahankan struktur-struktur cooling tower nya tetap terbuat dari kayu. Bahkan mungkin merupakan satu-satunya PLTP di dunia yang tetap menggunakan teknologi lama.
Sebagian besar struktur sipil dari menara pendingin tersebut menggunakan kayu. Menurut informasi yang didapat, kayu tersebut bukanlah sembarang kayu. Untuk bisa digunakan dalam kondisi dan beban ekstrim, kayu tersebut mengalami proses khusus terlebih dahulu.
PLTP yang dioperasikan 24 jam penuh sepanjang tahunnya tentunya akan mengalirkan uap dan membebani struktur Cooling Tower. Untuk menjaga fungsi struktur sipilnya pada kondisi yang tetap, perawatan Cooling Tower dilakukan biasanya bersamaan dengan perawatan turbin beserta generatornya setiap dua tahun sekali. Kayu-kayu yang lama diganti dengan kayu-kayu baru dengan kondisi yang lebih baik.
16. Cina Akan Bangun Pembangkit Listrik BioGas Terbesar Pertama di Dunia
Jika suatu negara menjadi produsen susu sapi untuk memenuhi tingkat konsumsi nasionalnya yang tinggi, maka selain peningkatan gizi sebagai hal positifnya, negara tersebut juga menjadi kontributor emisi gas rumah kaca. Pasalnya, kotoran sapi yang ada di semua peternakan berpotensi melepas gas metan ke atmosfir setelah mengalami penguraian oleh bakteri.
Barangkali Cina yang akan menjadi negara pertama kali di dunia yang memanfaatkan kotoran sapi menjadi listrik dalam skala besar. Kemungkinan apa yang dilakukan oleh Huishan Dairy sebagai salah satu produsen susu besar di negara tersebut bisa menjadi contoh bagi industri susu, khususnya di Cina dan negara-negara lain.
Sebagai salah satu produsen susu sapi besar, Huishan Dairy mengimpor sekurangnya 3.000 ekor sapi dari Australia untuk menjamin ketersediaan produksi susunya. Sekurangnya 250.000 ekor sapi dimiliki perusahaan itu dan menjadi potensi menjanjikan untuk menghasilkan energi listrik sekaligus menekan emisi gas rumah kaca, tetapi untuk pembangkit ini Huishan Dairy hanya memerlukan 60.000 ekor sapi.
Rencananya Huishan Dairy akan membangun pembangkit listrik dengan mesin GE Jenbacher 420 yang memanfaatkan gas metan hasil dari kotoran sapi. Tidak ada yang istimewa dari proses produksi gas metan tersebut, karena metodanya juga masih menggunakan bakteri anaerobik untuk mengurai kotoran sekaligus menghasilkan metan dalam sebuah digester tertutup, kecuali listrik yang dihasilkannya akan sebesar 5,6 MegaWatt. Kurang lebih 3.500 rumah di sekitarnya akan menerima listrik yang menghabiskan 20 juta m3 biogas pertahunnya.
17.Tahun 2012 Perancis Operasikan Pembangkit Listrik Arus Laut Terbesar Di Dunia
Perancis akan menjadi negara pertama di dunia yang memiliki pembangkit listrik terbesar yang memanfaatkan arus laut. Pembangunan pembangkit listrik tersebut akan diselesaikan di lepas pantai Perancis tidak jauh dari Paimpol-Bréhat, Inggris di tahun 2012.
Électricité de France (EDF), perusahaan listrik Perancis menggandeng OpenHydro untuk menyelesaikan proyek pembangkit yang pembangunannya dimulai sejak tahun 2008 lalu.
OpenHydro-Tidal-Turbine
Turbin arus laut OpenHydro yang akan dipasang di lepas pantai Perancis.
OpenHydro dikenal sebagai perusahaan Irlandia yang fokus pada pengembangan teknologi arus laut. Untuk proyek itu OpenHydro mempersiapkan empat buah turbin arus laut seberat 850 ton. Di kedalaman 35 meter, setiap turbin yang memiliki diameter 21,6 meter tersebut akan menghasilkan daya sebesar 2 MegaWatt yang cukup melistriki 4.000 rumah di wilayah sekitarnya. EDF rencananya akan menghubungkan pembangkit listrik arus laut tersebut dengan jaringan listrik nasional Perancis.
OpenHydro-Underwater-Tidal-Turbine
Ilustrasi turbin arus laut OpenHydro yang ditanam di dasar laut
Untuk menjamin keselamatan kehidupan laut di dalamnya, turbin-turbin tersebut didesain dengan teknologi open center, dimana bagian tengah rotor terbuka. Desain itu akan memberikan kesempatan bagi ikan dan mahluk laut lainnya dapat dengan aman melewati rotor.
18. Cara Nelayan Mencari Ikan Di Laut Jadi Inspirasi Memanen Energi Laut Lebih Efektif
Membangkitkan listrik dari laut bisa dilakukan dengan berbagai macam metode. Tetapi bagaimana sebuah kapal yang berlayar di tengah lautan bisa menghasilkan listrik dari lautan? Jawabannya barangkali ada pada konsep yang dibuat oleh Fraunhofer Center for Manufacturing Innovation.
Para peneliti di institusi tersebut mengklaim telah menemukan cara untuk mengatasi keterbatasan yang biasanya dimiliki oleh sistem energi gelombang. Idenya pun tidak berbeda dengan cara kerja para nelayan, yang berangkat ke laut menangkap ikan dan kemudian membawanya ke darat. Cara ini dinilai lebih efisien dibanding membuat platform di tengah laut untuk menangkap ikan dan kemudian mengirimnya melalui sebuah pipa panjang ke darat.
Metode yang dibuat oleh para peneliti di Fraunhofer Center for Manufacturing Innovation juga mengandalkan http://www.fhcmi.org/ => sebuah kapal dengan dilengkapi peralatan untuk memanen energi laut. Kapal ini sebenarnya berfungsi sebagai ponton yang bergerak sepanjang 50 meter, dengan perangkat pemanen energi gelombang laut yang berupa pelampung berukuran besar berada di sisi kiri dan kanannya.
Menurut para peneliti tersebut, metode ini memiliki kelebihan dibanding metode konvensional. Selain tentunya tidak memerlukan kabel bawah laut yang juga berarti mengurangi biaya, sistem ini juga tidak perlu didesain untuk mampu menghadapi badai laut dan gelombang besarnya. Dengan digunakannya kapal, maka perangkat pemanen energi gelombang laut tersebut lebih fleksibel dalam mencari gelombang laut yang mencukupi untuk menghasilkan energi listrik serta menghindar dari badai.
Diperkirakan kapal tersebut bisa menyimpan energi hingga 20 MegaWatt jam, dan diperkirakan listrik yang dihasilkannya seharga 15 sen per kWh, sementara sistem gelombang laut yang ada saat ini menghasilkan listrik seharga 30 hingga 65 sen.
19. Hiu Cetorhinus Maximus, Inspirasi Peningkatan Efisiensi Turbin Air
Penelitian yang pernah dilakukan terhadap bentuk sirip paus bongkok, menghantarkan turbin angin dan arus laut menjadi lebih efisien. Kini sebuah penelitian lainnya yang juga mengambil contoh kesempurnaan hasil penciptaan Sang Pencipta akan memperbaiki efisiensi turbin hidro elektrik.
Anthony Reale, seorang mahasiswa desain industri di College for Creative Studies, mencoba mengadopsi teknologi yang dimiliki hiu terbesar kedua setelah hiu paus. Hiu yang sering disebut sebagai hiu berjemur dan memiliki nama latin Cetorhinus Maximus itu memang lebih banyak berjemur dengan berenang di permukaan air dan memakan plankton, hewan invertebrata dan ikan-ikan kecil dengan cara menyaringnya menggunakan mulutnya yang lebar.
Basking Shark, hiu besar inspirasi peningkatan efisiensi turbin air.
Strait Power, nama turbin hidro elektrik yang dirancang Reale, meniru bentuk mulut hiu tersebut saat memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Dalam kondisi terbuka penuh, diameter mulut hiu itu mencapai 1,2 meter. Tetapi bukan ukuran lebar mulutnya yang menjadi perhatian Reale, melainkan prinsip kerja hidrodinamika yang terjadi ketika hiu besar itu menyaring makanannya sambil berenang.
Menurut Reale, pada saat berenang, bentuk hiu yang streamline mengakibatkan bagian atas dan bawah tubuhnya memiliki perbedaan tekanan. Tidak berbeda jauh halnya dengan pesawat terbang, bagian atas hiu itu mengalami tekanan air yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian bawah. Perbedaan tekanan ini serta adanya celah insang memanjang yang hampir memenuhi kepalanya, membantu air laut memasuki mulutnya dengan cepat.
Dengan kelebihan itu, Reale mendesain turbin ''Strait Power''-nya dengan dua nozzle yang konvergen, menyatu di satu tempat. Nozzle pertama akan mengalirkan dan menekan arus sehingga menghasilkan tekanan rendah di bagian belakang turbin. Kondisi ini akan mempercepat aliran air ke dalam nozzle kedua dan menghasilkan energi yang lebih besar untuk memutar rotor.
Prinsip kerja dan desain Strait Power
Dalam uji cobanya menggunakan prototip yang sebagian besar terbuat dari kayu dengan satu bilah sudu bersama dengan peneliti-peneliti dari University of Michigan yang kebetulan juga sedang melakukan riset serupa, hasilnya seperti yang diduga oleh Reale. Peningkatan energi sebesar 40% bisa dicapai oleh turbin yang terbuat dari bahan-bahan sederhana tersebut.
Reale telah mempatenkan teknologi itu dan menyiapkan lima desain sistem yang siap dikomersialkan, mulai dari portabel dan bisa dilipat untuk keperluan militer serta outdoor hingga versi industri yang memiliki bilah rotor berdiameter 3 meter untuk menghasilkan 40 kiloWatt lebih.
Salah satu yang ditawarkan adalah riset yang dilakukan oleh para peneliti di The Samuel Roberts Noble Foundation and Fermentation Research yang merupakan salah satu divisi riset di Oak Ridge National Laboratory. Bagi mereka switchgrass atau ilalang merupakan salah satu solusi terhadap hambatan pengembangan biofuel.
Tidak berbeda jauh dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Argonne National Laboratory bersama dengan University of Chicago, para ilmuwan di Oak Ridge National Laboratory melakukan rekayasa genetik terhadap ilalang yang mampu tumbuh setinggi 2,7 meter itu untuk menurunkan produksi lignin dan sekaligus meningkatkan produksi ethanol.
Pada ilalang ini, lignin diketahui banyak mengikat selulose sehingga dengan menurunkan jumlahnya sebesar 1/4 dari produksi alaminya, maka selulose bisa didapat dengan mudah dan pengolahannya menjadi glukosa juga akan lebih sederhana. Sisi positifnya produksi ethanol menjadi meningkat hingga 40%.
Para peneliti tersebut memerlukan dua langkah dalam proses produksi ethanol dari ilalang. Pada fase awal proses, biomassa harus melalui perlakuan khusus dengan melibatkan asam panas untuk memudahkan selulosa diurai oleh enzim. Dengan tanaman rekayasa yang mereka buat, suhu yang diperlukan untuk proses tersebut lebih rendah daripada biasanya. Penurunan suhu ini juga menghemat pemakaian energi. Langkah selanjutnya adalah fase fermentasi, dimana gula yang didapat dari selulosa kemudian diurai menjadi alkohol dengan bantuan enzim.
Enzim yang menjadi penghemat biaya terbesar pada proses ini steril dari bakteri. Karena menggunakan ilalang rekayasa, maka volume enzim yang dipakai menyusut menjadi sepertiganya. Pengurangan volume ini juga berimbas pada penghematan biaya produksi.
Dengan kemampuan ilalang itu untuk tumbuh tanpa memerlukan campur tangan manusia, maka tumbuhan tersebut bisa menjadi alternatif lainnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar bio. Murah dan mudah, serta tidak perlu lagi diperdebatkan sebagai bahan pangan atau bahan bakar bio.
Bagi warga desa tersebut, eceng gondok yang mempunyai nama latin eichhornia crassipes sangat tepat menjadi alternatif potensi biogas. Gulma yang hidup mengapung di air dan tidak mempunyai batang, selain daun dan akar yang menempel pada dasar sungai, kolam dan perairan dangkal mampu tumbuh dengan sangat cepat, terutama pada perairan yang mengandung banyak nutrien seperti nitrogen, fosfat dan potasium, sehingga sangat berpotensi menjadi bahan baku biogas.
Pengolahan eceng gondok menjadi biogas pun relatif tidak sulit. Warga hanya memotong-motong daunnya menjadi potongan kecil. Kemudian potongan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaktor yang terbuat dari dua drum yang disatukan.
Proses untuk menghasilkan gas membutuhkan waktu tujuh hari. Setelah gas dihasilkan maka, gas akan mengalir mengisi tabung reaktor kedua. Pengisian bahan baku harus tetap dilakukan untuk menjamin pasokan gas dari reaktor pertama tetap ada.
Menurut perhitungan warga desa tersebut, untuk pemakaian biogas yang digunakan secara terus menerus, dibutuhkan eceng gondok sebanyak 30 kilogram. Sedangkan besarnya biaya investasi yang dibutuhkan untuk memproduksi biogas alternatif tersebut relatif murah. ''Tidak sampai Rp 700 ribu,'' jelas Edeng Sumirat.
Sebuah perusahaan Australia, Renewable Energy Solutions Australia (RESA), belum lama ini berhasil mendemonstrasikan prototip skala penuh turbin angin yang diklaim paling tidak berisik yang pernah ada di dunia. Klaim mereka didasarkan atas desain turbin angin yang mereka buat.
Jika umumnya turbin angin menggunakan tiga bilah rotor, maka Eco Whisper Turbine, turbin angin yang didesain oleh perusahaan itu, menggunakan banyak bilah rotor yang saling dihubungkan dengan dua cincin pada bagian ujung bilah rotor dan di pertengahannya.
eco-whisper-turbinePenambahan jumlah rotor sebanyak 30 buah dengan 2 buah cincin ini, terutama yang berada di paling ujung rotor menurut perusahaan tersebut akan mengurangi bising yang dihasilkan secara signifikan. Desain ini tidak lagi menggunakan ekor untuk mengarahkan turbin berdiameter 6,5 meter tersebut ke arah datangnya angin.
Selain itu, menara setinggi 21,1 meter yang digunakan juga didesain untuk bisa direbahkan mulai dari bagian tengahnya. Tujuannya agar pemeliharaan turbin angin menjadi lebih mudah serta menghindari terpaan angin ekstrem di atas batas kemampuannya, meskipun turbin angin tersebut didesain mampu bertahan terhadap angin dengan kecepatan 220 km/jam.
RESA juga mengklaim turbin anginnya yang berkapasitas 20 kiloWatt bisa menghasilkan energi listrik sebesar 45.000 kWh per tahunnya. Sayangnya RESA tidak secara jelas menunjukkan berapa persen kebisingan yang dihasilkannya dibandingkan dengan turbin angin lainnya.
resau
Makani Power, perusahaan yang juga digandeng Google untuk mengembangkan teknologi tersebut kini sudah menghasilkan prototip turbin angin yang mampu memanen energi tersebut di atas ketinggian lebih dari 300 meter.
Ketinggian 300 meter lebih memiliki potensi energi angin yang besar. Karena potensialnya energi angin pada ketinggian tersebut, beberapa perusahaan mencoba mengembangkan turbin angin terbang atau airborne wind turbine. Salah satunya adalah Magenn Power dengan balon udaranya.
Wing-7-Aeronautic-Power-Plant-flying-test
Wing 7 Aeronautic Power Plant sedang dalam uji terbang
Dengan pendekatan yang berbeda, Makani Power dengan dukungan dana dari Google, mengembangkan airborne wind turbine yang benar-benar airborned alias terbang.
Berjuluk Wing 7 Aeronautic Power Plant, turbin angin terbang tersebut selintas mirip pesawat. Bentangan sayap selebar 8 meter dengan bobot 65 kilogram, Wing 7 Aeronautic Power Plant bisa menghaslkan 20 kiloWatt di ketinggian kurang lebih 500 meter dengan kecepatan angin 35 kilometer per jam.
Wing 7 Aeronautic Power Plant menggunakan dua cara untuk memanen energi angin. Yang pertama menggunakan baling-balingnya sebagai turbin konvensional dan yang kedua menggunakan sayapnya yang bisa berfungsi sebagai bilah rotor. Dengan dua cara tersebut, Wing 7 Aeronautic Power Plant mampu menangkap energi angin dua kali lebih banyak dibanding teknologi lainnya.
SeaTwirlSebuah sistem baru yang masih dalam tahap eksperimen di Swedia bernama Sea Twirl, menggunakan pendekatan lain untuk menyimpan energi angin. Prinsip dasarnya tidak jauh berbeda dengan flywheel, hanya saja sistem yang merupakan turbin angin sumbu vertikal tersebut berada jauh di tengah pantai.
Sea Twirl yang dikembangkan oleh perusahaan, perguruan tinggi dan organisasi di Swedia tersebut terdiri dari empat bagian utama, yaitu 1. rotor, 2. torus ring, 3. bodi pengapung yang berputar serta 4. generator. Putaran rotor akan mengangkat air yang berada di bodi pengapung dan kemudian meneruskannya ke torus ring. Dengan adanya air di dalam torus ring, maka rotor akan tetap berputar meskipun angin berhenti bertiup. Keseluruhan sistem tersebut dipancang dengan menggunakan kawat baja ke dasar lautan.
Prototip dengan skala 1/5 dari skala penuhnya telah sukses diuji coba di Swedia dan menunjukkan hasil yang menjanjikan. Skala penuh yang mencapai panjang 450 meter, menurut para perancangnya mampu menghasilkan 4,5 MegaWatt.
Wilayah daratan di sekitar Fukushima yang kini mulai berwarna kekuningan tidak akan menjadi lokasi penanaman menara turbin angin. Selain karena pembangkit jenis ini menghasilkan polusi suara yang tentunya akan mendapatkan tentangan dari masyarakat sekitarnya, masalah perijinan dan tata kota yang ada sudah tidak memungkinkan untuk lokasi menara-menara turbin angin tersebut nantinya.
Solusinya Jepang memilih lautan Pasifik sebagai tempat yang layak bagi turbin-turbin angin. Rencananya negara tersebut akan menggandeng Mitsubishi Heavy Industries, Fuji Heavy Industries dan Japan Steel Works yang telah berpengalaman penuh dalam industri energi angin untuk ambil bagian dalam proyek pembangunan enam buah turbin angin dimana masing-masingnya menghasilkan 2 MegaWatt yang akan dibangun sejauh 20 kilometer dari pantai.
Meski Badan Energi dan Sumber Daya Alam Jepang juga mengetahui kemungkinan akan muncul resistansi dari komunitas nelayan di sekitarnya, tetapi badan tersebut menjamin bahwa energi yang lebih ramah lingkungan akan lebih berarti dan bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya.
FUNderSec ^^ .::[Repost from kaskus]::.
Rating: 5
{ 2 komentar... read them below or add one }
wah mudah-mudahan ke 25 konsep ini beneran bisa di implementasikan..
bisa sangat membantu kehidupan di masa sekarang..
untuk yang lain sih rata-rata udah tau ..
tapi yang aneh Karang Penghasil Hidrogen, apa mungkin kerang itu bisa mengkonsumsi sampai 5000 liter hidrogen per jam. kayaknya ga mungkin deh bisa 5000 liter per jam begitu ,
Posting Komentar
Blog Ini Bersifat Do Follow yg Berarti dpt Memberikan Backlink Gratis Kpd Blog Anda Jika Berkomentar Dibawah ini :
"Komentar Harus Bersifat Membangun Dan Tidak Menjatuhkan akan Kami Hargai"